![]() |
Ilustrasi Gambar AI |
Bangka Belitung | Ungkap Kasus– Baru sebulan berlalu sejak penandatanganan Pakta Integritas Pengawasan Distribusi Timah yang digagas Kejaksaan Negeri Belitung bersama sejumlah institusi, publik justru dihadapkan pada realitas yang mencoreng komitmen bersama tersebut. Pengiriman pasir timah ilegal dari Pulau Belitung ke Bangka kembali terjadi secara terang-terangan, bahkan terindikasi melibatkan aktor-aktor besar di balik layar.
Dari informasi yang dihimpun KBO Babel berdasarkan manifes kapal feri KMP Kuala Bate 2, tercatat pada Selasa, 29 Juli 2025, pukul 02.30 WIB, lima unit truk memuat masing-masing sekitar 10 ton pasir timah berangkat dari Pelabuhan Tanjung Ru, Belitung, menuju Pelabuhan Sadai, Bangka Selatan.
Adapun nomor polisi truk yang tercantum dalam manifes adalah sebagai berikut:
• AA 8320 XX (sopir: Wandi/Yudi)
• BN 8210 XX (sopir: Abeng)
• K 1467 XX (sopir: Legging/Geli)
• BN 5361 XX (sopir: Sandi)
• W 9472 XX (sopir: Eki)
Muatan truk tersebut diduga bukan berasal dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah, namun dimanipulasi dalam manifes sebagai pengiriman sagu sebanyak 50 ton. Tujuan akhirnya disebutkan mengarah ke PT Mitra Stania Prima (MSP), sebuah smelter besar yang berlokasi di kawasan industri Jelitik, Sungailiat.
Dugaan Pelanggaran Hukum Serius dan Keterlibatan Oknum Pejabat Negara
Praktik pemalsuan manifes kapal tersebut, jika dibuktikan, dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen, dengan ancaman hukuman hingga enam tahun penjara. Selain itu, keterlibatan aparat atau pejabat dalam membantu atau membiarkan kegiatan ini terjadi juga berpotensi melanggar Pasal 21 dan 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, terkait dengan penyalahgunaan kewenangan dan pembiaran tindak pidana yang merugikan negara.
Narasumber internal jejaring KBO Babel menyebut bahwa praktik ini bukan peristiwa tunggal, melainkan bagian dari pola sistematis yang telah berlangsung lama. Bahkan disebutkan, oknum di internal ASDP Perwakilan Belitung diduga turut terlibat dalam pemalsuan data muatan dan memfasilitasi keberangkatan truk bermuatan pasir timah secara ilegal.
“Muatan pasir timah 10 ton tiap truk itu dimanipulasi jadi sagu dalam dokumen. Ini bukan kecolongan biasa, tapi kerja sistematis yang melibatkan banyak pihak. Bahkan ada dugaan tekanan terhadap kejaksaan agar tutup mata,” ungkap sumber KBO Babel yang meminta identitasnya disamarkan.
Keterlibatan PT MSP sebagai penerima muatan juga menimbulkan tanda tanya besar. Perusahaan ini disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan jejaring tambang nasional yang terafiliasi dengan Herwindo, keponakan tokoh nasional Hasyim Djojohadikusumo dan Presiden RI, Prabowo Subianto.
Jika benar, kasus ini tidak hanya menjadi pelanggaran administratif dan pidana, tetapi menyentuh potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan yang terstruktur.
Pakta Integritas yang Kehilangan Wibawa
Patut disayangkan, kejadian ini mencoreng semangat Pakta Integritas yang baru saja diteken pada 27 Juni 2025 di Kantor Perwakilan PT Timah di Jakarta. Pakta yang melibatkan PT Timah, KSOP, Pelindo, Dinas Perhubungan, dan aparat penegak hukum, sejatinya bertujuan menutup rapat celah penyelundupan timah, memperketat pengawasan lintas institusi, dan menekan kerugian negara.
Namun, kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa institusi negara gagal menjaga wibawanya sendiri. Bahkan, ASDP Belitung diketahui tidak ikut menandatangani Pakta tersebut — yang kian menguatkan dugaan bahwa lembaga tersebut enggan terikat komitmen integritas.
“Kalau begini terus, negara bisa disebut gagal melindungi sumber daya alamnya sendiri. Pakta integritas hanya jadi kosmetik birokrasi, bukan instrumen kontrol,” ungkap narasumber KBO Babel lainnya.
Tindakan Tegas dari LSM: Laporan Resmi ke Presiden dan Kapolri
Menanggapi temuan ini, Muhamad Zen, Ketua DPW LSM Team Operasional Penyelamatan Aset Negara Republik Indonesia (TOPAN-RI) Bangka Belitung menyatakan telah menyusun laporan resmi kepada Presiden RI, Panglima TNI, Kapolri, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Jaksa Agung untuk melakukan audit menyeluruh terhadap institusi terkait.
“Amanat Presiden jelas. Siapa pun yang mengkhianati pengelolaan sumber daya alam dan menjadi bagian dari mafia tambang harus ditindak tegas. Oknum ASDP, oknum Polres Bangka Selatan yang sempat mengamankan kemudian melepaskan lima truk itu saat di pelabuhan Sadai, dan siapa pun yang menjual nama PT MSP harus diperiksa dan diadili,” tegas Zen.
Ia menegaskan, pembiaran semacam ini bukan sekadar pelanggaran prosedural, tetapi pengkhianatan terhadap amanah konstitusi yang menempatkan kekayaan alam sebagai milik rakyat, bukan kartel bisnis gelap.
Redaksi Tetap Berpegang pada Prinsip Jurnalistik
Hingga berita ini diturunkan, redaksi KBO Babel terus berupaya mendapatkan konfirmasi dan hak jawab dari pihak PT MSP, PT Timah, Kejari Belitung, ASDP Perwakilan Belitung, serta institusi terkait lainnya.
Sesuai dengan amanat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, kami akan memberikan ruang hak jawab secara proporsional dan terbuka guna menjaga prinsip keberimbangan, keadilan, dan akurasi dalam penyajian berita.
Namun satu hal pasti: kasus ini tidak bisa dibiarkan menjadi bagian dari rutinitas yang ditelan diam. Negara tidak boleh kalah oleh mafia tambang. (RAP/KBO Babel)