JEJAK BIG BOS POPO TERUSUR KE KAWASAN HUTAN LINDUNG, PEMILIK ALAT BERAT TANPA IZIN TERKAIT UNDANG-UNDANG SPESIFIK



Gelombang desakan publik untuk penyelidikan mendalam semakin menggema, setelah nama pengusaha asal Sungailiat yang disebut-sebut "Popo" kembali mencuat dengan tudingan keterlibatan serius dalam operasi dugaan tambang timah ilegal skala besar.
 
Pasca-razia besar terhadap aktivitas dugaan tambang ilegal di Lubuk Besar, wacana tentang keberadaan seorang "Big Bos" yang mengendalikan operasi dari balik layar mulai menyebar. Di tengah hiruk-pikuk penertiban, publik semakin mengerucut pada nama "Popo" dengan pertanyaan: siapakah sebenarnya sosok ini, dan benarkah ia memiliki peran sentral dalam jaringan yang merugikan negara?
 
Tim investigasi awak media menelusuri rekam jejak POPO setelah menerima laporan dari sumber informan yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan. Sumber tersebut mengungkapkan bahwa beberapa tahun lalu, Big Bos POPO pernah beroperasi di kawasan hutan lindung Pantai Payak Duri, Desa Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah.
 
"Semua orang di sini tau, bang, itu lokasi bekas tambangnya Big Bos POPO," ujar sumber tersebut. Ia juga menegaskan bahwa pada masa aktivitas tambang berlangsung, oknum berbaju loreng kerap terlihat di lapangan dan POPO disebut selalu melakukan koordinasi dengan mereka.
 
LUBUK BESAR BUKAN WILAYAH ASING BAGI POPO
 
Wilayah Kecamatan Lubuk Besar dan Desa Beriga bukan daerah asing bagi Big Bos POPO. Meskipun ia kerap membantah keterlibatan dalam tambang ilegal di kawasan hutan lindung tersebut, rekam jejak aktivitasnya masih jelas diingat warga.
 
Lubang tambang berukuran besar yang kini terbengkalai menjadi bukti nyata dari operasi masa lalu. Bekas galian tersebut kini hanya dimanfaatkan warga sekitar untuk mencari sisa timah, sementara kerusakan ekologis yang ditimbulkan tetap menganga tanpa upaya pemulihan yang serius.
 
UNDANG-UNDANG YANG MENGAWASI PEMILIK ALAT BERAT UNTUK TAMBANG TANPA IZIN
 
Aktivitas pertambangan tanpa izin serta penggunaan alat berat untuk kegiatan tersebut diatur dalam peraturan hukum yang ketat:
 
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 156 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin atau melanggar ketentuan izin dapat dikenai pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 10 Miliar. Pasal 156 ayat (3) juga mengatur bahwa penggunaan alat berat untuk pertambangan tanpa izin termasuk dalam kategori pelanggaran yang sama.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 109 ayat (1) menetapkan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 Miliar bagi siapa saja yang merusak kawasan lindung (seperti hutan lindung Pantai Payak Duri) tanpa izin sah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 206 mengatur bahwa pemilik atau pengoperasional alat berat yang digunakan untuk tambang ilegal wajib menyerahkan alat berat tersebut kepada negara dan dapat dikenai sanksi tambahan berupa pembekuan aset terkait.
 
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 tentang Masyarakat Hukum, setiap pihak yang terlibat dalam pelanggaran hukum, termasuk yang menyediakan atau menyewakan alat berat untuk aktivitas ilegal, dapat dianggap sebagai pelaku atau pembantu pelaku kejahatan.
 
Redaksi akan terus melakukan penelitian lebih lanjut dan mengikuti perkembangan terkait kasus ini, serta melakukan konfirmasi kepada pihak berwenang dan pihak yang terkait dengan nama Big Bos POPO.
Baca Juga
Baca Juga
Lebih baru Lebih lama