Bangka Belitung – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tengah diterpa badai internal. Keributan yang melibatkan dua elite partai, yakni Ketua DPW PKB Babel Tanwin dan Sekretaris DPW PKB Babel yang juga anggota DPRD Babel, Agam, kini menyeret ranah hukum. Sabtu (17/5/2025).
Agam melaporkan Tanwin ke pihak kepolisian atas dugaan pemukulan, menciptakan riak besar di tubuh partai yang tengah mempersiapkan diri menghadapi Pilkada Ulang 2025.
Namun, tudingan itu langsung dibantah keras oleh Tanwin. Ia menyatakan bahwa tidak pernah melakukan pemukulan terhadap Agam, dan menegaskan bahwa kedatangannya saat kejadian hanya untuk meminta tanda tangan Agam guna menyampaikan surat ke Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKB.
“Saya tidak memukul. Memang terjadi perdebatan, bersitegang urat, tapi itu biasa dalam organisasi. Saya hanya ingin mengurus pengunduran diri saya sebagai ketua DPW, dan surat itu butuh tanda tangan sekretaris, untuk pelaksanaan Muswil Lub," jelas Tanwin, Sabtu (17/5).
Tanwin pun mempersilakan proses hukum berjalan jika memang laporan telah dibuat. Namun, ia mengingatkan agar semua pihak berhati-hati dalam memberi keterangan, terutama para saksi.
“Silakan saksi diperiksa, tapi jika ada yang memberi keterangan palsu, siap-siap menghadapi sanksi hukum yang lebih berat. Memberi keterangan palsu dalam proses hukum itu pidana serius,” tegasnya.
Perselisihan ini kontan menyita perhatian banyak pihak, terutama para kader dan pengurus internal PKB Babel. Mereka menyayangkan konflik personal ini justru dibawa keluar hingga menjadi konsumsi publik, bahkan sampai ke ranah kepolisian.
Salah satu suara kritis datang dari Ahmad Syah Mirzan, kader senior PKB Babel yang juga mantan Ketua KPU Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ia menilai konflik ini seharusnya bisa diselesaikan secara elegan melalui mekanisme internal partai.
“Ini hanya persoalan kecil yang bisa diselesaikan melalui AD/ART organisasi. Sangat disayangkan jika perbedaan pandangan dibawa ke ranah pidana. Semua pihak sebaiknya cooling down,” ujar Mirzan.
Menurut Mirzan, ketika elit partai saling membuka borok di depan publik, dampaknya bukan hanya pada reputasi personal, tetapi pada persepsi publik terhadap PKB secara keseluruhan. Terlebih menjelang Pilkada 2025, PKB tengah berupaya menjaga kepercayaan masyarakat dan membangun kekuatan dukungan politik untuk pasangan calon yang akan diusung.
“Kalau masing-masing pihak merasa paling benar dan mengedepankan ego, yang dirugikan adalah suara rakyat yang sudah simpati kepada PKB. Bahkan dukungan kepada paslon PKB di Pilkada 2025 bisa tergerus,” tambahnya.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari DPP PKB mengenai langkah mediasi atau disipliner terhadap dua tokoh tersebut. Namun, beberapa pihak berharap DPP segera turun tangan untuk meredam eskalasi konflik yang berpotensi memecah belah soliditas kader di Babel.
Sementara itu, sejumlah pengamat politik menilai bahwa konflik ini mencerminkan lemahnya konsolidasi dan komunikasi di tubuh PKB Babel. Diperlukan upaya serius untuk membangun kembali kohesi internal, agar PKB tidak kehilangan momentum politik di Bangka Belitung.
“Jika konflik ini dibiarkan tanpa penyelesaian struktural dan emosional, maka akan sulit bagi PKB untuk bicara banyak di Pilkada. Publik lebih menyukai partai yang solid, bukan yang ribut di internal,” Efendi Harun kata seorang analis politik lokal.
Polemik Tanwin dan Agam pun menjadi cermin tantangan besar partai politik hari ini—bagaimana mengelola perbedaan dan menjaga marwah partai di tengah kompetisi politik yang semakin ketat.
Kini, bola ada di tangan DPP: apakah akan segera bertindak atau membiarkan bara ini berubah menjadi api besar yang membakar kepercayaan publik? (KBO Babel)