Tambang Ilegal di DAS Jada Bahrin: Polisi Selidiki, Lingkungan Terancam, Oknum Wartawan Tawarkan 'Fee'

MERAWANG– Kepolisian Resor (Polres) Bangka tengah menyelidiki empat nama kolektor yang diduga kuat sebagai penampung timah ilegal di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Desa Jada Bahrin, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka. Hal ini ditegaskan langsung oleh Kapolres Bangka, AKBP Deddy Dwitiya Putra, S.H., S.I.K., pada Minggu (21/9/2025).
 
Menanggapi informasi yang diterima, AKBP Deddy Dwitiya Putra menyatakan telah menginstruksikan Kapolsek Merawang untuk melakukan penyelidikan mendalam dan menindaklanjuti temuan tersebut. “Terima kasih atas informasinya, Bapak. Sudah kami sampaikan ke Kapolsek untuk diselidiki dan ditindaklanjuti,” ujarnya.
 
Aktivitas penambangan yang melibatkan ratusan ponton tersebut diduga dikoordinasi oleh oknum anggota dan seorang bernama Candra, yang mengaku sebagai wartawan. Kegiatan ilegal ini terus beroperasi di kawasan hutan mangrove yang seharusnya dilindungi sebagai bagian dari DAS, seolah-olah kebal terhadap hukum.
 
Candra, saat dikonfirmasi oleh Tim 9 Jejak Kasus pada Senin (22/9/2025) pukul 07.00 WIB, justru meminta bantuan awak media untuk "menghandle" berita tersebut. Ia bahkan menawarkan imbalan sebesar Rp2.000 per kilogram timah kepada wartawan. “Saya ini kan ada ponton kerja di situ. Ada orang berinisial A telepon, soalnya tadi dia marah-marah. Tolonglah handle dulu berita itu, nanti saya negosiasi dengan masyarakat,” kata Candra.
 
Candra juga mengklaim bahwa aktivitas penambangan di DAS Desa Jada Bahrin tetap berjalan seperti biasa. “Hari ini sudah ada orang kerja. Kalau kalian mau ke lokasi, temui saja Sadiman, dia ada di pos itu,” ungkapnya. Ia juga meminta agar berita terkait dihentikan sementara waktu. “Tolong di-cancel dulu. Kalau sudah kerja, bisa lah saya atur. Sabar-sabar dulu lah. Ponton sekarang paling banyak 50 unit, mungkin tidak sampai. Kemarin kan kami stop karena ada razia. Tolong ya, berita itu dihapus dulu dari grup-grup itu,” jelasnya, sembari melakukan intervensi dan meminta rekaman kepada awak media.
 
Informasi tambahan yang diperoleh menyebutkan bahwa seluruh hasil pertambangan ilegal di Jada Bahrin untuk hari ini diambil oleh seorang bernama Buyung. Saat dikonfirmasi, Buyung memilih untuk bungkam.
 
Selain AK dan AM, warga Jada Bahrin lainnya mengungkapkan bahwa ada dua nama lain yang terlibat dalam aktivitas ilegal ini, yaitu Kamal Milui dan Rungul. “Yang nampung timah itu ada Kamal Milui sama Rungul, nanti juga ada grup baru Buyung, warga Kabupaten Bangka. Harga yang dibeli sekitar Rp135 ribu per kilogram. Jadi penambang langsung setor ke mereka,” jelas AM kepada wartawan.
 
Aktivitas tambang apung di sungai ini dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah. Selain merusak ekosistem perairan, Sungai Jada Bahrin yang dikenal sebagai habitat buaya ganas semakin rawan konflik. Sedimentasi akibat pengerukan timah juga berpotensi mencemari air sungai yang sehari-hari dimanfaatkan warga untuk mencari ikan, kepiting, dan udang.
 
Keberadaan ratusan ponton di aliran sungai sangat mencolok dan mengganggu aktivitas nelayan. Padahal, biasanya banyak warga dari luar Jada Bahrin yang memanfaatkan aliran sungai tersebut untuk memancing udang.
 
Masyarakat setempat berharap pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum segera turun tangan untuk menghentikan aktivitas ilegal ini. “Kalau dibiarkan terus, bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi juga bisa timbul konflik sosial, bahkan konflik antara buaya dan manusia,” tutupnya. (Red)
Baca Juga
Baca Juga
أحدث أقدم